Banda Aceh – Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah melakukan berbagai upaya dalam penurunan stunting. Hal tersebut disampaikan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten yang turut berpartisipasi dalam evaluasi kinerja percepatan penurunan angka stunting tahun 2022. Kegiatan itu dilaksanakan di Hotel Kriyard Banda Aceh, Rabu (17/05/2023).
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Bappeda Propinsi Aceh dan diikuti oleh 23 Kabupaten/Kota.
Dalam kegiatan tersebut, hadir beberapa pihak, termasuk TPPS Kabupaten Aceh Utara, Kepala Dinas DPM PPKB, Kadis Kesehatan, Kepala Bappeda, Kadis Sosial, perwakilan Kadis Perkim, Kabid Paud Dinas PK, dan Kabag Kominfo Setdakab Aceh Utara.
Kepala Bappeda Aceh Utara, M. Nasir, memaparkan capaian kerja dan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam upaya penurunan angka stunting di Kabupaten Aceh Utara. Presentasinya mendapat perhatian dari delapan panelis yang berasal dari Pemerintah Aceh, termasuk Bappeda.
Dalam presentasinya, Nasir menjelaskan data terkait Lokasi Khusus (Lokus) Stunting di Aceh Utara. Pada tahun 2020, terdapat 20 gampong yang diidentifikasi sebagai Lokus Stunting, namun pada tahun 2023 jumlahnya meningkat menjadi 40 gampong.
Selanjutnya, Nasir menguraikan beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh pemerintah Aceh Utara dalam mengatasi permasalahan tersebut.
“Ada Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor 41 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting, mengatur tentang Pilar Penurunan Stunting, Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Pelaksanaan ProgramKoordinasi, dan Monitoring serta Evaluasi,” jelas Nasir.
Dalam upaya penekanan angka stunting tersebut, Pemerintah Aceh Utara melibatkan gampong-gampong dengan menerapkan Peraturan Bupati Aceh Utara Nomor 45 Tahun 2021 yang mengatur peran gampong dalam upaya terintegrasi untuk menurunkan angka stunting.
Peraturan ini mencakup pilar-pilar penurunan stunting, sasaran dan kegiatan penurunan stunting, pelaku Kegiatan Kader Pembangunan Manusia (KPM), tahapan penurunan stunting di gampong, serta peran serta masyarakat dalam strategi komunikasi perubahan perilaku yang bertujuan menurunkan angka stunting.
Sementara itu, lanjut Nasir dalam presentasinya, dalam hal manajemen data stunting masih diperlukan sistem manajemen yang lebih baik. Diperlukan pencatatan data yang bersifat aplikasi. Selama ini, pencatatan data masih dilakukan secara manual. Namun, perbaikan sistem pencatatan data dari manual ke aplikasi juga direncanakan.
Selama presentasi, Nasir juga memaparkan dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan serta menyajikan data dalam bentuk visual sebagai bagian dari materi presentasinya.
Perlu diketahui, stunting pada balita adalah kondisi pertumbuhan terhambat yang terjadi pada anak di bawah usia lima tahun. Ini ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari tinggi badan rata-rata anak seumurannya.
Stunting sering kali disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan kurangnya asupan nutrisi yang mencukupi selama masa pertumbuhan awal. Hal ini dapat berdampak buruk pada perkembangan fisik, mental, dan kognitif anak, serta meningkatkan risiko penyakit kronis di masa dewasa. (Adv)