Oleh: Dr. Muhammad Saleh, M.A
Seluruh manusia pada awalnya memiliki fitrah Islami. Namun, seiring berjalannya waktu, fitrah Islami dapat mengalami kerusakan akibat campur tangan nilai-nilai jahiliyah dan perilaku manusia yang kurang baik. Ini merupakan kenyataan yang menyedihkan. Akibatnya, dampak kerusakan moral dan perilaku jahiliyah menciptakan realitas yang melibatkan kehidupan sehari-hari di berbagai lokasi, seperti gedung, kantor, terminal, dan pasar. Bahkan, di tempat-tempat yang seharusnya dihormati sebagai suci, tempat di mana manusia seharusnya tunduk kepada Allah SWT, terdapat indikasi bahwa sebagian manusia menunjukkan sifat yang mirip dengan sifat syaitan, bahkan mungkin lebih dari itu.
Sifat khusus syaitan melibatkan penolakan terhadap ketaatan kepada Allah SWT dan pelaksanaan tindakan jahat. Jika syaitan menunjukkan ketaatan dan perilaku baik, ia tidak lagi dianggap sebagai syaitan. Manusia, diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat ganda, yakni patuh dan terkadang ingkar. Kepatuhan manusia kepada Allah dapat menyamai malaikat, bahkan, seperti yang dijelaskan oleh Almarhum KH. Zainuddin MZ dalam ceramahnya, dapat melampaui tingkat kesempurnaan malaikat.
Jika malaikat bersifat patuh, itu tidaklah mengherankan karena mereka tidak memiliki sifat ingkar. Namun, ketika manusia patuh kepada Allah SWT, hal tersebut dapat dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia memiliki sifat ingkar yang terkadang sulit untuk mereka kendalikan dan atur dengan baik.
Sebaliknya, keingkaran manusia juga dapat melampaui sikap syaitan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran oleh Allah SWT, syaitan tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada manusia, melainkan hanya membujuk agar manusia mau melakukan perbuatan yang tidak baik. Syaitan tidak pernah melakukan pembunuhan terhadap manusia. Namun, karena kebiadaban, terdapat manusia yang tega melakukan tindakan yang sangat kejam, seperti menggorok, memotong, dan mencincang sesama manusia. Bahkan, seperti yang diungkapkan Almarhum KH. Zainuddin MZ dalam pidatonya, ada ibu kandung yang sampai hati melakukan tindakan mencekik, menginjak, dan membuang bayinya sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, Allah SWT dalam Al-Quran menyatakan bahwa manusia dapat menyerupai syaitan. Hal ini tidak berarti bahwa manusia mengubah bentuknya menjadi syaitan, melainkan perilaku manusia itu sendiri yang mirip dengan perilaku syaitan, bahkan mungkin lebih buruk dan kejam.
Dalam sebuah hadits Rasulullah, diilustrasikan bahwa ketika seekor harimau ditempatkan di dalam kandang kambing, jumlah kambing yang dimakannya terbatas pada satu atau dua ekor. Sebaliknya, jika manusia ditempatkan dalam kandang, bahkan puluhan hingga ratusan kandang, manusia mampu mengisi dan menguasai seluruh kandang tersebut. Analisis ini menyoroti potensi konsumsi dan pengaruh manusia yang dapat melampaui kapasitas lingkungan sekitarnya.
Artinya, dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia yang tidak memiliki sikap rida tidak akan pernah merasa puas dan selalu merasa kebutuhan yang ada belum terpenuhi. Hal ini menyebabkan manusia terus mengejar keinginan tanpa batas. Nabi Muhammad SAW pernah menggambarkan bahwa jika manusia diberi dua gunung emas, dia tidak akan bersyukur, melainkan akan meminta satu gunung lagi. Hal ini mencerminkan sifat serakah manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu.
Manusia dengan perilaku demikian dapat mendatangkan kerusakan pada bumi Allah dan menyebabkan penderitaan bagi masyarakat. Mereka cenderung mengejar keinginan tanpa batas, mengonsumsi segala yang ada di sekitarnya, termasuk batu, aspal, kayu, tanah, semen, dan besi. Tidak memandang keharaman atau kehalalan, perilaku semacam itu menunjukkan kurangnya etika dan kepedulian terhadap penderitaan sesama. Mengutamakan kepuasan hawa nafsu, bahkan dengan merendahkan nilai kemanusiaan. Allah SWT membimbing manusia melalui kewajiban beribadah untuk menjaga kebersihan bathiniah, sehingga mampu mengendalikan nafsu serakah, biadab, sadis, dan beringas. Sebagian manusia terkadang mengabaikan perintah dan larangan Allah serta petunjuk-Nya, sehingga lupa diri. Menurut Zainuddin MZ, melupakan Tuhan berarti bersahabat dengan syaitan.
Penulis adalah dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Lhokseumawe.
Oleh: Dr. Muhammad Saleh, M.A
Seluruh manusia pada awalnya memiliki fitrah Islami. Namun, seiring berjalannya waktu, fitrah Islami dapat mengalami kerusakan akibat campur tangan nilai-nilai jahiliyah dan perilaku manusia yang kurang baik. Ini merupakan kenyataan yang menyedihkan. Akibatnya, dampak kerusakan moral dan perilaku jahiliyah menciptakan realitas yang melibatkan kehidupan sehari-hari di berbagai lokasi, seperti gedung, kantor, terminal, dan pasar. Bahkan, di tempat-tempat yang seharusnya dihormati sebagai suci, tempat di mana manusia seharusnya tunduk kepada Allah SWT, terdapat indikasi bahwa sebagian manusia menunjukkan sifat yang mirip dengan sifat syaitan, bahkan mungkin lebih dari itu.
Sifat khusus syaitan melibatkan penolakan terhadap ketaatan kepada Allah SWT dan pelaksanaan tindakan jahat. Jika syaitan menunjukkan ketaatan dan perilaku baik, ia tidak lagi dianggap sebagai syaitan. Manusia, diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat ganda, yakni patuh dan terkadang ingkar. Kepatuhan manusia kepada Allah dapat menyamai malaikat, bahkan, seperti yang dijelaskan oleh Almarhum KH. Zainuddin MZ dalam ceramahnya, dapat melampaui tingkat kesempurnaan malaikat.
Jika malaikat bersifat patuh, itu tidaklah mengherankan karena mereka tidak memiliki sifat ingkar. Namun, ketika manusia patuh kepada Allah SWT, hal tersebut dapat dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia memiliki sifat ingkar yang terkadang sulit untuk mereka kendalikan dan atur dengan baik.
Sebaliknya, keingkaran manusia juga dapat melampaui sikap syaitan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran oleh Allah SWT, syaitan tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada manusia, melainkan hanya membujuk agar manusia mau melakukan perbuatan yang tidak baik. Syaitan tidak pernah melakukan pembunuhan terhadap manusia. Namun, karena kebiadaban, terdapat manusia yang tega melakukan tindakan yang sangat kejam, seperti menggorok, memotong, dan mencincang sesama manusia. Bahkan, seperti yang diungkapkan Almarhum KH. Zainuddin MZ dalam pidatonya, ada ibu kandung yang sampai hati melakukan tindakan mencekik, menginjak, dan membuang bayinya sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, Allah SWT dalam Al-Quran menyatakan bahwa manusia dapat menyerupai syaitan. Hal ini tidak berarti bahwa manusia mengubah bentuknya menjadi syaitan, melainkan perilaku manusia itu sendiri yang mirip dengan perilaku syaitan, bahkan mungkin lebih buruk dan kejam.
Dalam sebuah hadits Rasulullah, diilustrasikan bahwa ketika seekor harimau ditempatkan di dalam kandang kambing, jumlah kambing yang dimakannya terbatas pada satu atau dua ekor. Sebaliknya, jika manusia ditempatkan dalam kandang, bahkan puluhan hingga ratusan kandang, manusia mampu mengisi dan menguasai seluruh kandang tersebut. Analisis ini menyoroti potensi konsumsi dan pengaruh manusia yang dapat melampaui kapasitas lingkungan sekitarnya.
Artinya, dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia yang tidak memiliki sikap rida tidak akan pernah merasa puas dan selalu merasa kebutuhan yang ada belum terpenuhi. Hal ini menyebabkan manusia terus mengejar keinginan tanpa batas. Nabi Muhammad SAW pernah menggambarkan bahwa jika manusia diberi dua gunung emas, dia tidak akan bersyukur, melainkan akan meminta satu gunung lagi. Hal ini mencerminkan sifat serakah manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu.
Manusia dengan perilaku demikian dapat mendatangkan kerusakan pada bumi Allah dan menyebabkan penderitaan bagi masyarakat. Mereka cenderung mengejar keinginan tanpa batas, mengonsumsi segala yang ada di sekitarnya, termasuk batu, aspal, kayu, tanah, semen, dan besi. Tidak memandang keharaman atau kehalalan, perilaku semacam itu menunjukkan kurangnya etika dan kepedulian terhadap penderitaan sesama. Mengutamakan kepuasan hawa nafsu, bahkan dengan merendahkan nilai kemanusiaan. Allah SWT membimbing manusia melalui kewajiban beribadah untuk menjaga kebersihan bathiniah, sehingga mampu mengendalikan nafsu serakah, biadab, sadis, dan beringas. Sebagian manusia terkadang mengabaikan perintah dan larangan Allah serta petunjuk-Nya, sehingga lupa diri. Menurut Zainuddin MZ, melupakan Tuhan berarti bersahabat dengan syaitan.
Penulis adalah dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Lhokseumawe.