Lhoksukon – Program penurunan atau penekanan angka stunting di titik lokus dan non-lokus di Aceh Utara merupakan catatan penting dan tugas penting bagi Penjabat Kepala Daerah yang dilantik oleh Penjabat Gubernur Aceh Ahmad Marzuki pada 14 Juli 2022 lalu di Anjong Mon Mata Banda Aceh.
Dari sejumlah tugas pokok yang diemban oleh Menteri Dalam Negeri, upaya penurunan angka stunting juga dipandang amat penting untuk direalisasikan oleh PJ Bupati Aceh Utara, Azwardi, AP., M.Si. Berdasarkan Perintah Penanganan Stunting, Penjabat Bupati Aceh Utara dalam tiga hari pertama berdinas mengundang para Kepala SKPK, Badan, dan Lembaga untuk memberi perhatian khusus tentang stunting di Aceh Utara.
Tidak hanya dilakukan rapat dan pertemuan, lintas sektoral juga telah melakukan tindakan nyata mulai dari perbaikan sanitasi sekolah, rumah layak huni, pemberian gizi, penyuluhan kesehatan, dan sejumlah aksi jitu lainnya sesuai dengan tugas pokok masing-masing dinas di jajaran Pemkab Aceh Utara.
Sejalan dengan upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Utara di bawah kepemimpinan Penjabat Bupati Aceh Utara, Azwardi, AP., M.Si yang fokus pada penurunan angka stunting dan kemiskinan di 27 kecamatan dalam Kabupaten Aceh Utara, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMPPKB) Aceh Utara juga terus berupaya secara maraton mengejar target pengurangan angka stunting di wilayahnya.
Kepala Dinas (Kadis) DPMPPKB Aceh Utara Fakhrurrazi, SH. MH yang berkomunikasi melalui chat WA kepada awak media, mengatakan bahwa ada dua penyebab utama stunting, yaitu faktor spesifik dan faktor sensitif.
“Faktor spesifik salah satunya adalah kekurangan asupan makanan bergizi baik saat sedang hamil sampai balita 2 tahun atau sering disebut 1000 hari pertama kehidupan, dan faktor sensitif atau penyebab tidak langsung, salah satunya adalah sanitasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, contohnya jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan atau bahkan tidak ada jamban sehingga buang air besar sembarangan akan menyebabkan penyakit cacingan, diare, dan lain-lain,” ujarnya.
Faktor-faktor ini akan menghambat pertumbuhan. Fakhrurrazi menambahkan bahwa konsumsi air yang tidak memenuhi syarat kesehatan juga rentan menyebabkan penyakit.
“Iya, akan berpengaruh dalam jangka waktu yang panjang. Semakin sanitasi tidak diselesaikan, maka akan sulit menurunkan angka stunting,” jelasnya.
Fakhrurrazi menjelaskan bahwa berdasarkan data Survei SSGI, 38 persen penderita stunting, sedangkan data hasil penimbangan posyandu mencapai 6 persen dari 46 ribu balita yang ditangani.
“Di Aceh Utara sendiri telah dibentuk tim percepatan penurunan Stunting (TPPS) yang diketuai oleh Pak Sekda yang tergabung berbagai OPD, antara lain Bapeda, DPMBPKB, Dinkes, Dinsos, Disdik, Perkim, dan Dinas terkait lainnya,” tandasnya.
Dengan terbentuknya Tim TPPS Aceh Utara, penekanan stunting sudah berjalan dengan baik meskipun belum mencapai hasil maksimal, jelas Fakhrurrazi.
Sementara untuk penyaluran makanan tambahan bergizi itu sendiri, di setiap desa ada yang disalurkan melalui DPMPPKB melalui puskesmas dan dana desa masing-masing yang dikelola oleh kader posyandu, dengan jumlah penerima PMT sebanyak 46 ribu balita dari 852 desa yang ada di Aceh Utara, tutupnya.
Sementara itu, Kabid KB Muhanmad Azhar mengaku terus melakukan monitoring dan evaluasi internal serta memantau petugas di lapangan. Para petugas merupakan ujung tombak berjalannya program pemerintah tentang intervensi stunting dan upaya pencegahan yang bertujuan untuk memenuhi angka stunting yang diprogramkan secara nasional dengan hasil yang maksimal. “Ini adalah tugas mulia walaupun banyak kendala untuk dijalankan, namun tim akan terus melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam Perbup Aceh Utara. Kami juga yakin upaya ini akan membuahkan hasil,” ungkap Muhammad Azhar. (ADV)