Jakarta – Dalam laporan terbarunya mengenai perekonomian Indonesia, International Monetary Fund (IMF) telah meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan untuk menghentikan kebijakan larangan ekspor nikel mentah yang telah diberlakukan sejak Januari 2020.
IMF mengungkapkan bahwa kebijakan ini memiliki dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia dan juga dunia, serta menciptakan ketidakpastian hukum bagi para investor.
IMF juga menyatakan bahwa larangan ekspor nikel ini bertentangan dengan komitmen Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan ASEAN Economic Community (AEC). IMF juga menilai bahwa kebijakan ini tidak efektif dalam meningkatkan nilai tambah industri nikel di dalam negeri, dikarenakan masih ada kendala infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia.
IMF menyarankan agar Indonesia lebih berfokus pada reformasi struktural dan peningkatan iklim investasi untuk mendukung pengembangan sektor nikel mentah. Namun, pemerintah Indonesia menolak permintaan IMF tersebut.
Menanggapi hal ini, Piter Abdullah, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute, pada hari Minggu (02/07/2023), menilai bahwa himbauan IMF tidak akan mengganggu terhambatnya investasi asing yang akan masuk ke Indonesia.
Piter justru berpendapat bahwa niat pemerintah untuk menghapus kebijakan ekspor nikel ini akan mendorong perkembangan industri hilirisasi di dalam negeri. Dengan adanya hilirisasi, investor baru akan tertarik karena sumber daya alam (SDA) Indonesia, termasuk nikel, merupakan komoditas yang banyak dibutuhkan di banyak negara.
“Jadi tidak perlu khawatir, pemerintah tidak perlu takut. Yang menjadi perhatian investor adalah keuntungan. Ketika Indonesia berhasil melakukan hilirisasi, mereka pasti akan datang,” ujar Piter.
Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, juga memberikan tanggapan tegas setelah IMF meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan kebijakan ekspor dan hilirisasi nikel serta bahan mineral lainnya.
Bahlil Lahadalia menilai bahwa pendekatan yang digunakan IMF dalam permintaannya kepada Jokowi tidak masuk akal. Ia juga menyatakan bahwa permintaan IMF tersebut telah mengganggu kedaulatan Indonesia sebagai negara.
“Saya pikir kita harus menentang cara seperti ini dan tidak lagi memberikan tempat yang baik bagi mereka di negara ini. Mereka tidak perlu campur tangan dalam urusan Indonesia,” tegas Bahlil.