Banda Aceh – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh membebaskan lima terdakwa kasus korupsi Monumen Samudra Pasai Aceh Utara pada Selasa, 14 November. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim R. Hendral MH bersama dengan dua hakim anggota Sadri, M.H. dan R Deddy Haryanto MH menyatakan bahwa seluruh terdakwa tidak terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, kelima terdakwa dinyatakan bebas demi hukum.
Kelima terdakwa tersebut meliputi Fathullah Badli, Kuasa Pengguna Anggaran pada pekerjaan konstruksi fisik tahap I sampai V tahun anggaran 2012-2016; Nurliana, Pejabat Pembuat Komitmen tahap I sampai VI tahun anggaran 2012-2017; Teuku Maimun, Direktur PT. Lamkaruna Yachmoon, rekanan proyek tahap II tahun 2013, tahap III tahun 2014, tahap V tahun 2016, dan tahap VI tahun 2017; Teuku Reza Felanda, Direktur PT Perdana Nuansa Moely, rekanan proyek tahap I tahun 2012 dan tahap IV tahun 2015; serta Poniem, Direktris CV Sarena Consultant, konsultan pengawas proyek.
Erlanda Juliansyah Putra, S.H., M.H., kuasa hukum Fathullah Badli, merasa puas dengan putusan Majelis Hakim. Menurutnya, sejak awal kasus ini bergulir di persidangan hingga putusan hari ini, tidak ada alat bukti yang dapat menjadi petunjuk untuk menyatakan para terdakwa bersalah, sehingga putusan tersebut sangatlah tepat.
“Saat putusan sela lalu, terbukti dakwaan tidak cermat sehingga seluruh terdakwa dibebaskan. Kali ini setelah pembuktian dilakukan juga kembali tidak terbukti, sehingga putusan ini sudah tepat sekali karena sudah dua kali klien kami dinyatakan bebas,” kata Erlanda.
Menurutnya, saat sidang lapangan saja kita bisa menilai langsung bangunan monumen Samudra Pasai masih berdiri kokoh. Argumentasi penuntut umum berkaitan dengan total loss dan gagal bangunan tidak terbukti. Selain itu, tidak ada lembaga yang berwenang menyatakan kerugian negara sebagai dasar peghitungan kerugian negara, yang semakin menjelaskan bahwa putusan hari ini sudah sangat tepat.
Erlanda berharap bahwa dengan putusan ini, proyek pembangunan monumen Samudra Pasai dapat dilanjutkan kembali. Sebab, dengan bergulirnya kasus ini, bangunan tersebut menjadi terbengkalai dan tidak terawat, sehingga menjadi mubazir. Menurutnya, putusan ini penting mengingat dengan tidak terbuktinya kasus ini, proyek pembangunan monumen Samudra Pasai wajib didorong kembali karena bangunan ini nantinya dapat menjadi ikon bagi kabupaten Aceh Utara, sehingga anak-cucu kita nantinya bisa mengetahui sejarah tentang kejayaan Islam melalui Samudra Pasai.
Zaini Djalil, kuasa hukum dari Teuku Maimun, juga menyambut baik putusan yang telah dibacakan oleh ketiga hakim tersebut. Menurut Zaini, banyak sekali kejanggalan atas kasus ini, dan sejak awal mereka menduga bahwa kasus ini terkesan dipaksakan. Metode hammer test yang digunakan oleh ahli yang dihadirkan penuntut umum memiliki ketidakakuratan yang baik, padahal coredrill lebih akurat. Belum lagi penghitungan kerugian negaranya bukan dari BPKP atau BPK, yang menurutnya aneh.
Dengan kasus ini, Zaini berharap nama baik para terdakwa dapat direhabilitasi agar harkat martabat mereka kembali di mata masyarakat.