Bendungan Krueng Pase yang berlokasi di Gampong Lubok Tuwe, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara, merupakan salah satu proyek pendukung aktivitas keseharian para petani dalam 9 kecamatan wilayah tengah Aceh Utara dan sebagian masuk dalam wilayah Kota Lhokseumawe. Bendungan ini dibangun oleh Pemerintah Belanda sebelum Indonesia Merdeka dan mampu mengaliri area sawah warga mencapai 8.922 hektar.
Bendungan Krung Pase memiliki dua sayap, yaitu sayap kanan yang meliputi Kecamatan Nibong, Tanah Luas, sebagian Matang Kuli, Syamtalira Aron, dan Tanah Pasir. Sementara sayap kiri meliputi Meurah Mulia, Syamtalira Bayu, Samudera, dan Balang Mangat Kota Lhokseumawe.
Dalam catatan sejarah, pembangunan bendungan ini dilakukan jelang kemerdekaan Republik Indonesia oleh Belanda ketika tentara mereka menduduki wilayah Aceh Utara. Belanda mengerahkan warga di sejumlah kecamatan untuk kerja bakti menyelesaikan proyek berkapasitas besar saat itu. Akibatnya, masyarakat di wilayah tengah Aceh Utara sampai tahun 2020 dapat memanfaatkan air dengan pola tanam 2 kali pertahun dengan hasil panen mencapai 4 sampai 5 ton per hektar.
Pada tahun 2008, bendungan yang menjadi kebanggaan dan tumpuan harapan masyarakat runtuh atau rusak berat dan tidak bisa difungsikan seperti biasanya. Bendungan ini tidak mampu lagi membendung debit air untuk dialirkan ke hamparan sawah. Kuat dugaan rusaknya bendungan tersebut akibat dimakan usia dan pengaruh hutan yang sudah gundul sehingga debit air di pedalaman Geureudong Pase tinggi. Hal ini menyebabkan arus deras yang sering menghantam bagian penting bendungan peninggalan Belanda.
Bupati Aceh Utara saat itu dijabat oleh Ilyas Ahamid atau sering disapa Tgk. Ilyas Pasee. Beliau terpilih pada Pilkada Pertama pasca Konflik 2006. Beberapa hari setelah rusaknya bendung, sang Bupati menggelar rapat dengan Dinas terkait untuk diupayakan dapat direnovasi sehingga masyarakat tidak terkendala dalam bercocok tanam.
Melalui Dinas Sumber Daya Air, maka permohonan pun dilayangkan ke Kementrian terkait di Jakarta. Akhirnya, dalam setahun setelah rusak, bendungan dapat direhabilitasi ringan oleh Ilyas Pasee.
Seiring berjalannya waktu, Tgk. Ilyas Ahamid mengajukan proposal ke Pemerintah Pusat untuk dibangun bendungan baru yang mampu mengaliri air lebih luas cakupan area sawah dari bendungan lama. Pembangunan baru dilokasi Lhok Jok Meurah Mulia, sekitar 1 kilometer dari bendungan lama. Proses survei dan penyiapan Dokumen Evaluasi Dampak (DED) pun berjalan lancar sesuai jadwal, selanjutnya pembebasan lahan juga rampung.
Dalam dua tahun kemudian, hasrat masyarakat ditampung oleh Kementrian terkait dan pada akhirnya sampailah pada peletakan batu pertama pasca kepemimpinan Ilyas Ahamid yang merupakan kader Partai Aceh kala itu. Acara seremonial pun dilakukan oleh Bupati baru jelang Pilkada 2012, yaitu Penjabat Bupati Alibasyah dengan menghadirkan para Kepala SKPK, pihak Balai, unsur Forkopimda, para Camat, Ulama, tokoh masyarakat termasuk Imam Mukim, dan Penyuluh pertanian, serta Insan Pers.
Kegiatan utama setelah penyelesaian DED adalah pembebasan lahan warga baik untuk induk bendungan maupun kanal-kanal dan genangan air. Saat itu, menghabiskan anggaran Pembangunan tahap awal sekitar beberapa miliar rupiah. Namun, dalam perjalanan waktu terhenti kegiatan dilapangan dan terkendala dengan masalah pembebasan lahan, di mana ada pemilik lahan yang tidak rela melepaskan haknya walaupun dibeli oleh pemerintah dengan harga sesuai yang berlaku di Kecamatan tersebut.
Karena pihak masyarakat menempuh proses hukum, maka uang pemilik lahan dititip pada Pengadilan Negeri Lhoksukon. Saat ini, kondisi bangunan baru tersebut terbengkalai dan tidak dilanjutkan penyelesaiannya.
Pada tahun 2020, bangunan yang sempat direhabilitasi ringan kembali dihantam arus deras Krueng Pasee. Bendungan itu ambruk dan rusak parah, tidak bisa direnovasi ringan melainkan harus direhabilitasi berat. Hal ini diakibatkan oleh banjir pada akhir tahun 2020.
Pada akhir tahun 2020, di tangan Bupati Muhammad Thaib, dia mengusulkan pembangunan kembali bendungan bekas peninggalan Belanda itu di lokasi lama.
Muhammad Thaib mampu mengajak Wakil Menteri Kementerian PUPR ke lokasi bendungan. Pada awal 2021, pihak Kementerian PUPR melakukan survei dan melakukan pelelangan. Pada pertengahan tahun 2021, proyek dimaksud dimenangkan oleh PT Rudi Jaya Jatim. Proyek mulai dikerjakan akhir Oktober 2021 dan pada Desember terkendala dengan banjir. Demikian juga pada awal 2022, sering diterjang banjir. Saat itu, Wakil Bupati Aceh Utara Fauzi Yusuf juga sempat turun ke lapangan memantau progres pekerjaan.
Seiring perjalanan waktu, masa tugas Muhammad Thaib berakhir pada 12 Juli 2022 dan digantikan oleh Penjabat Bupati Aceh Utara dengan masa kerja satu tahun, yaitu Menteri dalam negeri Azwardi Abdullah. Azwardi juga terus membeck Up dan memantau perkembangan kemajuan pekerjaan.
PT. Rudi Jaya hanya mampu menyelesaikan pekerjaan konstruksi kurang dari 40 persen, dan akhirnya pihak Balai memutuskan kontrak kerja.
Dalam sepuluh hari kerja, Penjabat Bupati Aceh Utara Dr. Mahyuzar turun langsung ke lapangan yang diagendakan dalam sebuah Kunjungan Kerja (Kunker) pasca Sidang Paripurna di DPRK Aceh Utara, di mana para anggota dewan yang tergabung dalam praksi-praksi pada umumnya merekomendasikan bahwa pembangunan dan penyelesaian Bendungan Krung Pase mutlak dan wajib ditindaklanjuti untuk kepentingan masyarakat luas.
Di lokasi proyek, PJ Bupati Dr. Mahyuzar berdialog dengan tokoh masyarakat dan mencari solusi serta menampung saran masyarakat hingga pihak Balai wilayah Sumatra 1 berjanji akan membuka Sungai pengalir sayap kanan dan sayap kiri. Pada awal Agustus, di lokasi sedang ada pengerjaan oleh Balai wilayah Sumatra 1, diprediksikan musim tanam akhir tahun bisa fungsional. PJ Bupati juga telah mencari jalan keluar terkait kebutuhan Pompanisasi dan arus Listrik untuk energi mesin pompa.
Dr. Mahyuzar baru-baru ini juga mengutuskan para Camat untuk mengikuti rapat-rapat penting dengan pihak Balai dan mengevaluasi hasil kerja selama ini.
Informasi terbaru dari Balai akan segera ditender setelah dilakukan audit BPK RI Perwakilan Aceh, kita doakan bersama semoga bisa berjalan dengan lancar.
Dari periode ke periode, Bupati/PJ Bupati sejak 2008 sampai 2023 telah mengimplementasikan dan merealisasikan program kerjanya dengan menjalankan tugas dan fungsi terhadap persoalan rakyat. Namun terkadang, diduga ulah segelintir kontraktor yang kurang bertanggung jawab telah membuat masyarakat menderita. Ini menjadi pengalaman pahit bagi kelangsungan pembangunan infrastruktur publik di mana pemangku kepentingan di pusat harus benar-benar melakukan seleksi ketat rekanan pelaksana dan pengawasan yang profesional sehingga tidak terjadi kerugian negara dan keterpurukan kondisi ekonomi masyarakat dalam 9 kecamatan di Aceh Utara.
Kepada para anggota DPR RI dan DPD RI juga harus berperan maksimal dan profesional dalam mengawal pembangunan infrastruktur daerah. Akhirnya, masyarakat hanya bisa berdoa semoga pembangunan Bendungan monumental tersebut cepat selesai dan bisa fungsional pada tahun 2023/2024.