Lhokseumawe – Insiden menghebohkan kembali terjadi di Kota Lhokseumawe pada Minggu (29/1/2022) dini hari. Di mana seorang remaja dikeroyok oleh sekolompok (geng) remaja.
Hingga korban mengalami luka di bagian telapak kaki yang diduga akibat terkana senjata tajam.
Sedangkan dalam pemgembangan kasus ini, polisi mengamankan 13 remaja. Bersama mereka juga disita enam senjata tajam, berupa parang, pedang, hingga celurit.
Menyikapi aksi kekerasan kelompok remaja dengan senjata tajam yang terjadi di Lhokseumawe ini, pemerhati perilaku yang juga Direktur Konsultan Psikologi & Training Tandaseru Indonesia, Lailan Fajri Saidina, menduga hal itu bisa terjadi sebagai salah satu bentuk pengaruh dari belajar sosial remaja.
“Bisa itu dari game atau tontonan yang bernuansa kekerasan secara berulang-ulang, sehingga terjadi konformitas, di mana seseorang mengubah perilaku individunya menjadi perilaku yang diterima kelompoknya,” ujar Lailan.
Lailan juga menguraikan, jika diperhatikan dalam banyak kasus perkelahian antar kelompok, terutama di luar Aceh yang melibatkan remaja usia 15-19 tahun, ditemukan beberapa faktor penyebab perilaku konformitas.
Misalnya, pertama, ingin menghilangkan beban pelajaran atau melampiaskan kekesalan.
Kedua, karena kesenangan, perkelahian dirasakan sebagai hal yang asyik dan seru, meskipun terluka.
Ketiga, karena kesetiakawanan dalam satu kelompok, agar kehadirannya di kelompok tertentu diterima dan dihargai.
Artinya, pengaruh kelompok terhadap perilaku seseorang itu sangat kuat, bahkan seseorang akan meninggalkan norma individu meskipun baik ketika menjadi bagian dari kelompok dengan norma buruk sebagai identitas sosial.
Karena itu Lailan mengimbau agar orang tua, lingkungan pendidikan maupun masyarakat umum memahami gejala perubahan perilaku yang terjadi, terutama pada anaknya masing-masing, sekaligus meningkatkan rasa tanggung jawab sosial.
“Jika kita flashback, peristiwa kekerasan remaja dengan senjata tajam ini termasuk hal baru di Aceh khususnya Lhokseumawe, dan ini bisa jadi merupakan akumulasi perilaku dari apa yang berulang-ulang dilihat dari sosial media, atau yang berulang-ulang dimainkan melalui game, sehingga muncul dorongan untuk mendapatkan sensasi nyata,” paparnya.
Menurut Lailan Fajri Saidina, agar perilaku semacam ini tidak menular lebih luas, maka penting semua pihak mengantisipasi dari perubahan kecil perilaku remaja secara individu, baik di rumah maupun di sekolah sebelum menjadi perilaku kelompok atau sosial.
Peristiwa ini juga harus lebih memicu perhatian pemerintah daerah untuk menyediakan ruang-ruang publik sebagai sarana saluran kreatifitas remaja, anak muda secara positif dan membangun.
Sebelumnya, seorang remaja berinisial RR (14) asal Banda Sakti, Lhokseumawe, diduga dikeroyok sejumlah remaja lainnya, pada Minggu (29/1/2023) sekitar pukul 01.30 WIB.
Menyebabkan korban mengalami luka di bagian telapak kaki yang diduga akibat terkena senjata tajam dan memar di bagian pinggang.
Namun hanya butuh dua jam, atau pada pukul 03.30 WIB, pihak polisi pun berhasil mengamankan 13 remaja.
Dari 13 remaja yang diamankan, hasil penyelidikan awal pihak kepolisian, sudah ada tiga di antaranya yang diduga terlibat langsung dalam insiden kekerasan tersebut.
Walaupun saat melakukan pengadangan pada korban, mereka berjumlah sekitar delapan orang.
Kapolres Lhokseunawe AKBP Henki Ismanto, melalui Kasat Reskrim AKP Zeska Julian Taruna Wijaya, menjelaskan, dasarnya kasus ini berawal dari terjadi ejek-mengejek antar dua geng remaja di kawasan Kota Lhokseumawe.
Saat itu, dua kelompok remaja berpas-pasan, sehingga terjadi saling mengejek yang membuat kelompok (remaja yang diamankan) emosi dan melakukan pencairan terhadap kelompok remaja lainnya.
Sekian lama dicari, kelompok remaja lainnya juga tidak ditemukan.
Sehingga tiba-tiba, mereka melihat korban yang sedang mengendarai becak seorang diri.
Karena diduga korban adalah salah satu dari mereka, maka langsung dikejar.
Sehingga pengejar yang berjumlah delapan orang dan menggunakan tiga sepeda motor, berhasil mengadang korban.
Selanjutnya membuat korban terluka di bagian telapak kaki.
Namun hasil pemeriksaan awal, korban tidak terlibat dalam kelompok yang dicari oleh mereka. Jadi, kesimpulan awal hasil penyelidikan polisi, mereka salah sasaran.
Begitu juga dengan hasil pemeriksaan awal, dari delapan remaja yang ikut menghadang, yang diduga langsung melakukan kekerasan berjumlah tiga orang.
Namun begitu, pihaknya masih terus mendalami kasus ini.
Untuk ke 13 remaja tersebut, sampai Minggu sore ini masih diamankan di Mapolres Lhokseumawe, untuk proses pemeriksaan lanjutan.
Proses penangkapan
Tidak lama setelah kejadian, orang tua korban membuat laporan polisi.
Setelah mendapatkan laporan, tim Polsek Banda Sakti dibantu personel Polres Lhokseumawe langsung melakukan penyelidikan.
Sehingga menemukan sekelompok remaja di kawasan Lancang Garam, Kecamatan Banda Sakti, yang diduga sebagai pelaku pengeroyokan.
Sehingga sekelompok remaja dengan jumlah 13 orang tersebut langsung diamankan.
Bersama mereka polisi juga menyita enam senjata tajam, seperti celurit, parang dan lainnya.
Selanjutnya, ke-13 remaja tersebut langsung dibawa ke Mapolres Lhokseumawe.
Mereka semuanya merupakan warga Lhokseumawe dan berumur antara 14 tahun sampai 17 tahun.(*)