Jakarta – Bareskrim Polri resmi menahan empat tersangka petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT, yaitu Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin, Ketua Dewan Pembina Yayasan ACT Novariadi Imam Akbari, Anggota Dewan Pembina Yayasan ACT Heryana Hermai, dan Ketua Yayasan ACT Ibnu Khajar.
“Malam ini, jam 8, kami selesai melaksanakan gelar perkara terkait dengan para tersangka yang diperiksa hari ini kami memutuskan melakukan proses penahanan terhadap empat tersangka tersebut,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jumat malam, 29 Juli 2022.
Penahanan dilakukan, kata Whisnu, lantaran penyidik khawatir akan adanya barang bukti yang dihilangkan. Sebab, pekan lalu, penyidik mendapati sejumlah barang bukti yang hilang ketika melakukan penggeledahan di kantor ACT.
“Terbukti minggu lalu, kami melaksanakan geledah di kantor ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut, sehingga kekhawatiran penyidik nanti para tersangka tersebut menghilangkan barang bukti dan malam ini sesuai dengan keputusan gelar perkara akan dilakukan penahanan terhadap empat tersangka,” ucap Whisnu.
Sebelumnya, Divisi Humas Polri mengumumkan bahwa yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT mengelola dua anggaran, yaitu anggaran implementasi dan anggaran operasional. Hasil penyidikan menemukan fakta bahwa ACT turut mengelola dana umat setidaknya Rp 2 triliun.
“Selain Rp 130 miliar dana Boeing, penyidik juga menemukan fakta bahwa yayasan ini mengelola dana umat yang nilainya sebesar kurang lebih Rp 2 triliun,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jumat, 29 Juli 2022.
Dari dana Rp 2 triliun tersebut, kata Ramadhan, dilakukan pemotongan setidaknya Rp 400 miliar dengan alasan operasional. “Sumber anggaran operasional didapat dari pemotongan yang dilakukan oleh pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap,” kata Ramadhan.
Pada 2015 sampai 2019, ucap dia, dasar yang dipakai untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina yayasan ACT dengan pemotongannya berkisar 20 sampai 30 persen.
“Pada 2020 sampai sekarang, berdasarkan opini Komite Dewan Syariah Yayasan ACT, pemotongannya sebesar 30 persen,” ujarnya.
Total donasi yang masuk ke yayasan ACT, kata Karopenmas Humas Polri itu, dari 2005 sampai 2020 sekira Rp 2 triliun. “Nah, dari dua triliun ini, donasi yang dipotong sekira Rp 450 miliar atau atau 25 persen dari seluruh total yang dikumpulkan,” kata Ramadhan.
Mantan Presiden ACT Ahyudin sebelum menjalani pemeriksaan hari ini mengatakan dia patuh para proses hukum yang dilakukan oleh Mabes Polri.
Menanggapi statusnya sekarang, Ahyudin hanya berpasrah. “Kita ikuti proses hukum ini,” katanya.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa dirinya belum mendapat penjelasan detail dari penyidik terkait statusnya sebagai tersangka. “Belum disampaikan, makanya baru akan diikuti siang hari ini,” ujarnya.