Jakarta – Pertama kali dalam sejarah, harga bensin di Amerika Serikat (AS) turun dari yang sebelumnya sempat menyentuh level US$ 5 per galon atau Rp 75 ribu (kurs rupiah Rp 15.000 per US$) per galon. Turunnya harga bensin itu diklaim sedikit membuat lega konsumen.
Tercatat, harga eceran bensin rata-rata nasional di AS saat ini US$ 4,63 atau Rp 69 ribu per galon. Namun menurut American Automobile Association, harga yang turun itu tetap masih lebih tinggi US$ 1,485 dari tahun lalu.
Diperkirakan, harga bensin tersebut masih akan mengalami penurunan, setidaknya dalam beberapa minggu ke depan. Permintaan bahan bakar global menurun karena harga tinggi dan Dollar AS yang menguat membuat harga minyak menjadi lebih mahal di tempat lain.
Kenapa Harga Bensin AS Turun?
Harga bensin AS telah mengikuti penurunan di pasar berjangka untuk minyak mentah dan bensin. Pasar tersebut turun karena investor khawatir kenaikan suku bunga akan memperlambat ekonomi karena bank sentral menjadi agresif dalam memerangi inflasi.
Sebelum pandemi melanda dunia, Administrasi Informasi Energi mencatat, bahwa permintaan AS untuk bensin, bahan bakar jet dan diesel turun lebih dari 10% dibandingkan dengan 2019. Dengan itu, SPBU merespons dengan menurunkan harga.
Adapun dolar juga berpengaruh, minyak umumnya dihargai dalam Dollar AS, sehingga green back yang lebih kuat membuat komoditas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Awal pekan ini, indeks dolar, yang melacak mata uang terhadap sekeranjang enam mitra, naik ke 108,56, level tertinggi sejak Oktober 2002.
Asal tahu saja, penurunan harga bensin terjadi di seluruh Amerika Serikat, tercatat di 46 negara bagian dan District of Columbia.