Bandung – Setiap manusia tercipta berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bahkan meski terlihat serupa, masing-masing tentu memiliki keunikan yang menjadikannya lebih istimewa dibanding yang lain. Begitu pun dengan Hasbi Ridla Ilahi, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (UNPAD) ini mungkin sekilas terlihat sama dengan mahasiswa lainnya, tak ada yang mengira ia adalah seorang Tuli.
Mahasiswa yang akrab disapa Hasbi ini telah bergabung dengan almamater UNPAD di jurusan kearsipan digital sejak 2022. Keinginannya yang kuat untuk menuntut ilmu mampu membawanya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Menurutnya apapun yang akan ia lakukan kelak, pasti akan membutuhkan ilmu.
“Sebelum kuliah, saya pernah membaca bahwa ada istilah ‘ilmu dulu sebelum beramal’. Keduanya memang penting, tapi untuk beramal, kita butuh ilmu dan pada dasarnya untuk melakukan apapun kita membutuhkan ilmu,” tutur Hasbi.
Karenanya meski sempat gagal saat mencoba kuliah setelah lulus SMA, pemuda asal Tasikmalaya ini tidak menyerah. Berbekal motivasi tersebut, ia tetap mengasah kemampuannya dengan mengikuti berbagai kursus, seperti menjahit, memasak, hingga desain media sosial. Sampai di tahun 2022, Hasbi kembali mencoba mendaftar kuliah dan mendapat kesempatan untuk bergabung di UNPAD.
Kabar gembira yang diterimanya di tahun itu membuat keluarga merasa bahagia sekaligus cemas. Pasalnya uang kuliah yang terlampau mahal nyaris membuatnya batal melanjutkan pendaftaran.
“Awal saat tahu saya diterima, keluarga senang dan ikut mendukung. Tapi ternyata biaya kuliah mahal. Keluarga berdiskusi dan memutuskan untuk tidak mengambil kuliah,” jelasnya. “Setelah saya bilang ke pihak UNPAD bahwa saya tidak sanggup, (staf) Humas UNPAD, Pak Dandi menghubungi saya dan menginfokan ada beasiswa di UNPAD,” lanjutnya
Akhirnya Hasbi mampu melanjutkan kuliah dengan beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK). ADIK merupakan salah satu bentuk bantuan pemerintah bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan kondisi maupun akses pada jenjang pendidikan tinggi.
Proses perkuliahan bisa ia ikuti seperti mahasiswa lainnya. Hanya saja yang membedakan adalah Hasbi menggunakan telepon pintarnya untuk membantu memahami apa yang disampaikan dosennya. Cara kerjanya adalah gawai tersebut akan menangkap suara yang diucapkan, kemudian menampilkannya dalam bentuk tulisan di layar. Jika ada kata-kata yang kurang jelas, teman di sampingnya akan membantu mengulanginya hingga bisa ditangkap oleh aplikasi.
Dosen Kearsipan Digital UNPAD, Sudarma pun menilai Hasbi mampu mengikuti materi yang ia sampaikan di kelas. Dengan menggunakan peralatan yang ada, mahasiswanya tersebut bisa berpartisipasi dalam pembelajaran seperti teman-teman lainnya.
“Karena sekarang hampir semua mahasiswa menggunakan komunikasi secara online seperti melalui whatsapp, maka saya kira tidak jauh berbeda fungsi dan peran Hasbi sebagai mahasiswa difabel dengan teman-temannya selama kuliah. Bahkan salah satu kelebihannya adalah ia mampu merekam apa yang diucapkan selama perkuliahan,” tuturnya.
Hasbi adalah contoh betapa kemauan, motivasi, dan kerja keras mampu mendorongnya untuk bisa melompati tembok penghalang. Karena itu meski di tengah keterbatasan, Hasbi tak menyerah untuk mengejar ilmu. Baginya berilmu dahulu sebelum beramal. Karena apapun yang akan kita lakukan di dunia ini, membutuhkan ilmu.