Banda Aceh – Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, yang berlangsung mulai tanggal 4 November hingga 12 November 2023, telah menerima kontribusi berharga dari Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN). Tim peneliti BRIN yang terdiri dari sembilan pakar multidisiplin, termasuk para ahli arkeologi, teknologi industri, dan geospasial, turut berpartisipasi dalam memperkaya data pamer di Anjungan Aceh Utara.
Tim peneliti BRIN yang terdiri dari Dra. Libra Hari Inagurasi, M.Hum. (PR. Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, BRIN), Dr. M. Irfan Mahmud (PR. Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, BRIN), Dr. Hari Yurismono (PR. Teknologi Industri Proses dan Manufaktur, BRIN), Sonny Wibisono, M.A., DEA. (PR. Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, BRIN), Hermansyah, M.A. (UIN Ar-Raniry), Sunarningsih, M.A. (PR Arkeometri), Dr. Nahar Cahyandaru (Museum Cagar Budaya / MCB, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Ir. Ali Nurdin, M.Si. (PR. Teknologi Industri Proses dan Manufaktur, BRIN), Andreas Satria Wibowo S.Si. (PR. Geospasial, BRIN), dan Indah Permatasari Tjan, S.Si. (PR. Arkeometri, BRIN), Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah.
Dalam wawancara dengan ketua tim riset BRIN, Dra. Libra Hari Inagurasi, M.Hum., ia menjelaskan pentingnya penelitian yang dilakukan oleh timnya. Libra menyatakan bahwa Indonesia memiliki garis pantai yang sangat luas, namun tidak semua pantai memiliki potensi untuk menghasilkan garam. Menurut Libra, “Hanya beberapa saja seperti Indramayu, Cirebon, Brebes, Demak, Pati, Rembang, dan Madura yang terkenal sebagai penghasil garam di pantai utara Jawa. Proses pembuatan garam di daerah ini melibatkan pengeringan air laut di pantai yang datar dan luas di bawah sinar matahari, yang menghasilkan kristal-kristal garam,” katanya, Senin (06/11/2023).
Aceh, di Pulau Sumatra, juga merupakan salah satu daerah terkemuka dalam produksi garam di luar Jawa. Lokasi ini memiliki nilai sejarah yang signifikan karena terkait dengan kesultanan Samudra Pasai abad ke-13 hingga ke-15 Masehi, yang merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan terkenal pada masa lampau.
Libra menambahkan bahwa Situs Samudra Pasai adalah situs arkeologi yang luas, terutama di Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Situs ini merupakan saksi sejarah perkembangan peradaban Islam pertama di Nusantara, didukung oleh keunggulan di bidang kemaritiman sejak abad ke-13 hingga ke-15 Masehi.
Situs ini sangat terkait dengan laut, terletak di pesisir timur Sumatra dan merupakan bagian penting dari jalur pelayaran global yang menghubungkan belahan dunia barat dan timur. Dengan sejarahnya sebagai pusat perdagangan yang ramai, Situs Samudra Pasai mengandung banyak tinggalan budaya materi, seperti batu nisan berinskripsi dan pecahan tembikar yang beragam.
Penemuan pecahan tembikar yang berlimpah di Situs Samudra Pasai termasuk bagian badan periuk, tepian periuk, pegangan centong, pegangan tutup periuk, kaki tungku, dan anvil (peralatan untuk membuat tembikar). Semua ini memberikan wawasan berharga tentang kehidupan dan budaya masyarakat pada masa itu.
Dengan penelitian yang dilakukan oleh tim BRIN di Aceh Utara, data pamer di Anjungan Aceh Utara pada PKA ke-8 akan semakin kaya dan berharga. Penelitian ini akan membantu memahami sejarah dan warisan kultural yang berharga dari daerah ini serta mempromosikan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia. PKA ke-8 menjadi ajang yang tepat untuk menghargai dan memahami warisan budaya Aceh yang kaya dan beragam.